TEATER MODERN
Pertemuan ke 8
Realisme
·
Gerakan yang lebih dapat menembus dan berdampak
pada kehidupan panjang dalam teater modern, adalah realisme.
·
Realisme mencoba untuk menciptakan sebuah drama tanpa
konvensi atau abstraksi, melalui penyesuaian sederhana dengan kehidupan itu
sendiri. Kesamaan pada kehidupan
merupakan tujuan realisme, dan dalam pencapaian tujuan itu, mengidealkan
atau mempercantik latar atau dekorasi, penggambaran dibuat semutakhir mungkin,
dan kostum serta pertunjukan disesuaikan dengan mode yang berkembang.
·
Realisme merupakan filosofi estetik yang
memperdayakan, memukau atau menakjubkan, ketika teater selalu menempatkan kehidupan nyata sebagai subjek fundamentalnya,
dan realisme kelihatan sekejap mata menjadi gaya yang pantas dengan pendekatan
realitas suatu keberadaan. Sebagai pengganti watak yang dihadirkan aktor, dapat
dikatakan realistik, lihatlah aktor itu ketika menjadi tokoh tertentu; sebagai
pengganti dialog terdapat percakapan, yakni dialog yang merupakan percakapan; sebagai pengganti pemandangan dan kostum yang
menyampaikan rasa waktu dan tempat serta atmosfir, lihatlah pemandangan yang
secara sungguh-sungguh dapat ditempati, dan kostum yang merupakan pakaian yang
sebenarnya.
·
Ideologi realisme telah diuji, selama tahun-tahun terakhir
abad sembilan belas dan tahun-tahun pertama abad dua puluh hingga sekarang ini,
dalam setiap aspek –pemeranan, penyutradaan, disain, dan penulisan-- dan hasil
ujian bentuk tubuh teater semuanya dengan keabsahan dan penuh makna, dan sebuah
gaya yang signifikan tetap dipentingkan.
·
Pada pokoknya, teater realistik dipahami menjadi
laboratori dalam alam yang saling berhubungan, atau kesakitan masyarakat atau
gejala disfungsi keluarga yang “secara objektif” menjadi kesejukan ketika kata
akhir penonton yang mengamati, berujud tanpa pemihakan. Setiap aspek teater
realistik dengan sangat akurat mengikuti “metode ilmu pengetahuan ilmiah” dari
laboratorium; tak ada jaringan yang salah. Latar yang menyerupai tempat
terjadinya suatu peristiwa yang ditentukan lakon sebagaimana segala sesuatunya
memungkinkan diteliti; memang hal ini bukan luar biasa untuk banyak dekor yang
diperoleh dari lingkungan kehidupan-nyata yang dipindahkan ke teater (dalam
satu contoh yang sangat terkenal, produser Amerika David Belasco pergi ke
tempat yang sangat jauh untuk pembelian sebuah restoran New York,
membongkarnya, dan membangun kembali dengan membagi panggung Broadwaynya).
Pakaian usang dengan perwatakan dalam teater realistik mengikuti pakaian yang
sebenarnya dari ”kenyataan” orang-orang dengan status sosialnya tertentu;
dialog diucapkan seperti penciptaan-kembali irama dan ekspresi kehidupan
sehari-hari.
·
Pada awalnya gerakan panggung prosenium realis
dimodifikasikan untuk mengakomodasi naskah lakon dengan dekor yang dibangun
dalam susunan kotak, dinding diberikan penuh dimensi dan lemari buku yang
nyata, jendela, perapian, pintu yang mengikuti arus mode mutakhir dan
seterusnya, dibangun di dinding sebagaimana mereka dalam ruangan di rumah.
Dalam konteks yang sama, pemeranan realistik dipertimbangkan secara efektif
sejauh sebagaimana tergambar dalam kebiasaan hidup, dan sejauh seperti aktor
yang kelihatan berbicara sungguh-sungguh kepada yang lain sebagai pengganti
permainan bagi penonton. Sebuah prinsip estetika baru menimbulkan: ”teater
dinding keempat”, yang mana kehidupan di atas panggung dipahami menjadi sama
seperti kehidupan di dalam kehidupan-nyata, kecuali dalam kasus panggung satu
dinding --prosenium terbuka-- yang digerakkan kembali. Lalu teater ”dinding
keempat” seperti laboratorium teleskop dan panggung seperti slide mokroskopis:
lingkungan kehidupan disusun untuk pengamatan yang lugas melalui pengamatan
yang netral.
·
Selanjutnya realisme menghadirkan penontonnya dengan
banyak ”fakta-fakta” kehidupan-nyata yang kelihatan, dan memberikan kesempatan
setiap penonton untuk sampai pada kesimpulan yang dimilikinya. Beberapa bentuk
fakta-fakta ini sama-sama meyakinkannya dengan pengarang dan pemain, tetapi
banyak rangsangan teater realistik disebabkan oleh kebebasan pemahaman sejati yang
disediakan penonton, dan dengan ketepatan penokohan, tindak tanduk yang cukup
kekeluargaan untuk menyeimbangkan pertunjukan bahwa mereka dengan mudah
memahami dan mengidentifikasinya dengan kehidupan sehari-hari.
·
Selain itu, dalam menghadirkan fakta-faktanya dari
permukaan kehidupan, realisme mendorong kita untuk mempelajari misteri
kebenaran yang tak terucapkan melalui setiap maksud yang terkandung dalam drama
realistik. Watak pemeran realisme, seperti manusia dalam kehidupan, yang
ditampilkan secara detail atau rinci, ketimbang simbol atau idealisasi abstrak:
seperti manusia yang kita ketahui, mereka pada akhirnya tak dapat diduga,
antara manusia yang kompleks ketimbang kemutlakan ideologis.
·
Keberhasilan realisme sangat mapan: karena itu,
realisme salah satu gaya drama yang sangat dominan hingga saat ini. Pada saat
ini, ketika keahlian dan pertunjukan yang dilakukan seniman terlatih, teater
realistik dapat menimbulkan kekuatan empati penonton secara sungguh-sungguh
dengan kebaikan pengetahuan dan kejernihan yang membawanya kepada peristiwa
dunia-nyata. Dalam memberikan kita perwatakan, penulis realis memberikan kita teman: kawan bertualang dalam perjalanan
penjelajahan manusia dengan orang yang kita dapat bandingkan pemikiran dan
perasaannya. Dalam ketidaktentuan dan ragu-ragu bercampur takut, bermuram
durja, berbicara terputus-putus, dan melalui kalimat percakapan perwatakan ini
kita mengenal diri kita sendiri, dan dalam pengenalan itu kita memperoleh
pemahaman kekuatan yang kita miliki dan memberikan arah bagi kerja keras
manusia.
·
Pelopor
Realisme: Teater realistik telah dimulai pada masa empat tahun melalui
karya perdana Rumah Boneka (A Doll’s Hause, 1879), Hantu-hantu (Ghost, 1881), Sampah
Masyarakat (An Enemy of the People,
1882), tiga drama oleh pengarang Norwegia Hendrik Ibsen. Awal karirnya, Ibsen
menjadi sutradara panggung dan penyair dramatik, dan karya sebelumnya untuk
teater mencakup drama-puisi epik/Romantik yang bagus sekali Peer Gynt (1867). Dengan tiga drama,
yang menguraikan tentang permasalahan aturan wanita dalam masyarakat, penyakit
turunan dan membunuh rasa belas kasihan, serta kemunafikan politik, dia
akhirnya kembali pada gaya realistik. Orang biasa mendiami dunia realistik
Ibsen, permasalahan ditujukan dalam pengaruh drama suami-istri yang biasa,
anak-ibu, dan hubungan sanak saudara, dimainkan dalam rumah yang biasa.
Drama-drama ini, termasuk ukuran yang kontroversial pada masa mereka, tetap
memakai kekuatan yang jitu setiap hari dan masih memiliki kekuatan untuk
memberi pelajaran, untuk bergerak, dan juga mengejutkan. Alasan pada dampak
terakhir terletak pada pilihan permasalahan Ibsen dan keahliannya dalam
menunjukkan dua sisi kejiwaan yang rinci melalui pengungkapan yang cerdas.
·
Teater realistik menyebar dengan cepat melalui Eropa
seperti kontroversi yang ada disekeliling drama Ibsen dan tema yang merangsang
penulis lain untuk berbuat hal yang demikian pula. Hasilnya adalah
perkembangbiakan “persoalan drama” seperti sering mereka sebutkan, yakni
memusatkan perhatian pada keturunan kemasyarakat melalui gambaran drama
realistik. Di Jerman, Gerhart Hauptmann menggali keadaan klas proletar dan
menengah dalam beberapa karyanya, yang sangat terkenal dari puncak karyanya The Weavers (1892). Di Inggris, penulis
kelahiran Irlandia George Benard Shaw menciptakan realisme komedi melalui yang
dia tujukan pada masalah tuan tanah perkampungan yang miskin dan kotor (dalam Widower’s Houses, 1892), pelacuran
(dalam Mrs Warren’s Profession,
1902), dan kemiskinan masyarakat urban (dalam Major Barbara, 1905). Di Perancis, melalui penemuan inovatif
sutradara Andre Antoine, Eugene Brieux menulis seri problem drama realistik
yang mencakup Damaged Goods (1902),
yang menjelaskan tentang sipilis, dan Maternity
(1903), yang menjelaskan kontrol kelahiran. Dengan kembalinya abad realisme
pada pokoknya merupakan bentuk dramatik standar di Eropa.
·
Di Indonesia, teater realis bisa dilihat pada teater
tradisional, terutama dalam aspek pemeranan dan penyutradaraan. Sedangkan dalam
aspek lain, terutama pada disain baru dapat kita temukan sekitar pada tahun
1960-an, ketika berdirinya Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI), maipun
Akademi Seni Drama dan Film Indonesia (Asdrafi) di Yogyakarta.
·
Unsur realistik dalam teater merupakan salah satu
realitas yang dapat diamati kemiripannya.
Ini merupakan sebuah kebenaran fotografis. Kita menerapkan istilah realistik
pada unsur teater yang menunjukkan pengamatan masyarakat, tempat dan peristiwa
kita. Teater realistik mengikuti logika kehidupan sehari-hari yang dapat
diduga: hukum gravitas, waktu yang menempatkan seseorang pada perjalanan dari
satu tempat ke tempat lain, pandangan ruang dalam rumah yang kelihatan,
pandangan pakaian seseorang. Dengan pendekatan realistik sesuai untuk
pengharapan kita yang normal. Perilaku imajinasi penonton disebutkan dalam
latihan realisme merupakan persetujuan pandangan yang disaksikan di atas
panggung tidak membuat percaya tetapi kehidupan yang nyata.
·
Kita sungguh akrab dengan realisme dalam film dan
televisi. Bagian dari alasan mekanis. Kamera mereka apa yang “terlihat” lensa.
Begitu pula dengan ruangan di rumah, mobil di jalanan, atau the Grand Canyon,
film menangkap pemandangan seperti mata melihatnya.
·
Teater selalu memiliki unsur realistik juga. Setiap
tipe teater yang tidak murni fantasi memiliki aspek realistik. Sebagai contoh,
perwatakan yang mengharuskan untuk menghadirkan orang secara nyata harus
didukung kebenaran manusia yang penonton dapat mempercayai.
Ringkasan
Daftar
Perbedaan Konvensi Teknik Realistik
dan
Non-Realistik dalam Teater
No.
|
Teknik Realistik
|
Konsep
Pendekatan
|
Teknik Non-Realistik
|
1.
|
Penonton mengetahui
peristiwa yang terjadi atau mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari: A Streetcar Named Desire karya
Tennessee Williams
|
Cerita
|
Peristiwa tidak
terjadi dalam kehidupan nyata, tetapi hanya dalam imajinasi: Kota Kita karya Tornton Wilder
|
2.
|
Tindakan dibatasai
pada tempat yang nyata: The Little Fox
karya Lilian Hellman
|
Struktur
|
Mempergunakan waktu
dan tempat yang berubah-ubah: The Dream
Play karya August Strinberg
|
3.
|
Kemanusiaan yang
dapat dikenal, seperti keluarga --ibu, bapak, dan dua anaknya-- Long Day’s Journey into Night karya
Eugene O’Neill
|
Perwatakan
|
Tokoh yang tidak
nyata seperti Hantu ayah Hamlet dalam Hamlet,
Tiga Tukang Sihir Wanita dalam Machbeth,
atau orang yang berubah menjadi binatang dalam Rhinoceros karya Eugene Ionesco
|
4.
|
Pemain
menggambarkan orang seperti mereka menunjukkan reaksi dalam kehidupan
sehari-hari: Nora Helmer dalam A Doll’s
House karya Hendrik Ibsen
|
Pemeranan
|
Pemain bertindak
seperti hantu dan binatang; mereka juga ikut serta menyanyi, menari, akrobat,
dan senam dalam komedi musikal atau sebuah bagian dari seni pertunjukan
|
5.
|
Dialog atau
percakapan biasa: The Glass Menagerie
karya William
|
Bahasa
|
Puisi seperti Romeo
berbicara dengan Juliet dalam drama Sha-kespeare; atau lagu “Tonight” yang
dinyanyikan untuk Maria dalam musikal West
Side Story
|
6.
|
Ruang rumah yang
nyata, seperti dalam The Cherry Orchad
karya Anton Chekov
|
Pemandangan |
Bentuk dan keadaan
yang abstrak dalam panggung kosong drama Yunani, sebagai contoh, seperti Electra karya Sophocles
|
7.
|
Cahaya di panggung
ke-lihatan berasal dari sumber yang alamiah --lampu dalam sebuah ruangan,
atau matahari, seperti Ghosts karya
Hendrik Ibsen
|
Pencahayaan |
Cahaya lampu jatuh
pada sudut yang aneh; juga, penggunaan warna cahaya lampu yang tidak
beraturan. Contoh: spotlight biru pada penyanyi dalam komedi musikal
|
8.
|
Pakaian yang biasa,
seperti dipergunakan oleh tokoh-tokoh Fences
karya August Strinberg
|
Pakaian
|
pakaian paduan
suara yang ce-merlang dalam komedi musikal; pakaian aneh yang dipergunakan
oleh Caliban, setengah manusia, setengah binatang dalam The Tempest karya Shakespeare
|
9.
|
Kelihatan watak
yang alamiah seperti Raisin in the Sun
karya Hansberry
|
Tata Rias
|
Topeng yang dipakai
oleh pe-main dalam tragedi Yunani atau dalam drama modern America Harrah karya van Itallic
|
Autar Abdillah
sumber : Edwin Wilson, 1988, The Theatre Experinece, New York: McGraw-Hill Book Company, hal.
425-427
Topik Diskusi
1.
Jelaskanlah apa yang anda ketahui tentang drama dan
teater Realisme!
2.
Mengapa teater realisme masih menjadi gerakan yang
dominan hingga saat ini?
3.
Bacalah naskah-naskah drama realisme dan jelaskanlah
apa yang menjadi tema masing-masing drama tersebut!
4.
Saksikanlah beberapa teater yang cenderung menunjukkan
realisme, dan jelaskanlah unsur-unsur realisme dalam pertunjukan tersebut!
5.
Jelaskan perbedaan antara teater realistik dan non
realistik!
Bersambung ke Pertemuan 9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar