TEATER MODERN
Pertemuan
ke 5
Teater Modern dan Tradisional
·
Perdebatan antara Tradisional dan Modern dalam
teater –bagi sebagian besar kalangan, baik praktisi seni maupun kalangan
akademis masih menarik. Paling tidak, inilah topik yang disodorkan oleh penyelenggara
Kemah Teater Pelajar dan Umum 2003 di Ambulu, Jember. Hal ini disebabkan oleh
keimpangsiuran persepsi modern di satu sisi, dan kecintaan pada khazanah
tradisional yang diasumsikan sebagai matra dan entitas kebudayaan lokal disisi
lain. Tidak ada yang perlu disalahkan dari kedua kecenderungan perbedaan ini.
·
Namun demikian, apakah kedua paham tersebut –teater
Modern dan Tradisional, bersinergi atau saling berlawanan atau melakukan
perlawanan satu sama lainnya? Inilah persoalan yang lebih signifikan untuk
dibicarakan. Mengapa? Karena, terdapat kecenderungan bahwa teater Modern
dipandang sebagai teater yang sulit dimengerti, dan teater tradisional lebih
menghibur dan mudah dipahami. Untuk itu, teater Modern selalu dipersalahkan dan
teater Tradisional selalu dirindukan. Akhirnya, kedua paham teater ini
sama-sama tidak dapat berkembang ditengah-tengah masyarakat yang bukan
semata-mata masyarakat kota, dan tidak pula mau mengakui sebagai masyarakat
desa yang agraris dan maritim.
·
Pertumbuhan teater di Indonesia tidak bisa dipisahkan
dengan kecenderungan-kecenderungan individu dan masyarakatnya. Begitu pula
dengan cara-cara menyikapi teater yang selalu diselaraskan dengan tatanan
masyarakat yang ada. Penyelarasan ini merupakan bagian dari proses belajar diantara
masyarakat dalam membuka jalan bagi terciptanya keharmonisan dan peningkatan
cara hidup dari yang paling sederhana menuju cara yang lebih komprehensif. Oleh
karena itu, tidaklah mengherankan bila pada awal-awal kehidupan bangsa
Indonesia itu dibangun, banyak tempat-tempat pertunjukan didirikan. Disamping
itu, fleksibilitas masyarakat juga memberikan peluang bagi lahirnya
teater-teater dengan “warna” yang beaneka ragam.
·
Pada awalnya teater modern tidak lahir dari kalangan
terpelajar. Namun demikian, dengan berdirinya pusat-pusat pendidikan penting di
kota-kota yang juga menjadi pusat perdagangan, maka kaum terpelajar kita
selanjutnya mengambil peran penting sebagai pembawa ekspresi intelektual.
Keberadaan kaum terpelajar ini menjadi penyeimbang, dan selanjutnya menjadi
sosok yang memberikan nilai tersendiri dalam merebut perhatian publik yang
mulai memandang kaum terpelajar sebagai masyarakat yang terpandang.
·
Teater tradisional yang tumbuh dalam masyarakat
pinggiran kota dan desa, tidak serta merta tersingkir dengan lahirnya teater
modern. Bahkan, teater-teater modern yang tumbuh mampu bersinergi dengan teater
tradisional. Hal ini disebabkan oleh kuatnya hubungan kultural masyarakat yang
memandang nilai tradisional tersebut sebagai nilai luhur dari pendahulu mereka
yang “tidak lapuk karena hujan dan tidak lekang karena panas”. Disamping itu,
nilai-nilai tradisional dianggap telah memberikan makna penting dalam tatanan
kehidupan mereka.
Pertumbuhan Teater Modern di Indonesia dan di
“Barat”
·
Embrio teater di Indonesia itu sendiri dapat dikatakan
tumbuh dari tempat-tempat yang menjadi pusat dari struktur sosial yang tinggi.
Jacob Sumardjo menyebutkan “Istana Yogyakarta, rumah-rumah bangsawan,
rumah-rumah para priyai Jawa, bahkan juga rumah-rumah rakyat yang sedikit
berada, dibangun untuk keperluan teater” (Jacob Sumardjo: 1992). Namun
demikian, bukan berarti dalam struktur sosial masyarakat yang rendah, teater
tidak tumbuh dengan pesat. Dalam struktur sosial yang rendah, teater lahir dari
hubungan antar masyarakat dalam meregenerasikan pengetahuan-pengetahuan yang
praktis tentang cara-cara bercocok tanam hingga cara-cara berburu binatang yang
dapat digunakan dalam mempertahankan kehidupan mereka.
·
Perbedaan dari kedua tatanan kehidupan praktis teater
antara kalangan istana, bangsawan, priyai dan orang kaya dengan kalangan rakyat
jelata adalah dalam cara menghidupi teater tersebut. Prinsip dasar
religius-magis masih menjadi bagian yang relatif sama diantara keduanya.
Seiring dengan masuknya Islam ke Indonesia sekitar abad 13, secara signifikan
kultur religius-magis mengalami perubahan mendasar dalam cara menghidupi
teater.
·
Sedangkan dalam sejarah teater “Barat”, kebangkitan
teater Modern yang sangat kuat di Eropa dan Amerika berawal dari perkembangan
realisme sekitar 1875. Beberapa penulis naskah yang diyakini berada dalam
periode ini diantaranya adalah Anton Pavlovich Chekov, Hendrik Ibsen, Luigi
Pirandello, August Strindberg, Eugene O’Neill, George Bernard Shaw, Jean-Paul
Sartre, Samuel Becket, Sean O’Casey, John Osborne, Bertolt Brecht, Federico
Garcia Lorca, Tennessee Williams, Arthur Miller, dan Jean Anouilh, sedangkan
komedi Neil Simon dan Noel Coward, musical Richard Rodgers dan Oscar
Hammerstein disebut oleh Robert Cohen sebagai “modern commercial classics” (Robert
Cohen: 1983, 170).
·
Lebih jauh Robert Cohen menyebutkan bahwa teater
Modern dicirikan dari munculnya revolusi Politik di Amerika (1776) dan Perancis
(1789) yang dengan sendirinya mengubah struktur politik dunia Barat, dan
revolusi industri/teknologi memeriksa secara besar-besaran sistem ekonomi dan
sosial di banyak negara, termasuk di Indonesia. Disamping politik dan sosial,
secara simultan juga terjadi pada lapangan intelektual –dalam filsafat, ilmu
pengetahuan, pemahaman sosial, dan masyarakat yang tak beragama.
·
Sedangkan dalam teater
tersebutlah nama Jacques Copeau pendiri Theatre du Vieux-Columbier (1913)
sebagai bapak teater modern (Evans, 1989: 53). Pada tahun yang sama, Copeau
mengakhiri manifestonya dengan kata-kata suci –‘Pour l’oeuvre nouvelle qu’on
nous laisse un treteau nu! Sebuah panggung kosong, sebuah ruang hampa: lima
puluh tahun kemudian pencarian ini dilanjutkan dalam karya Peter Brook dan yang
lainnya. Gagasan Copeau ini kemudian melahirkan teater-teater kontemporer dan
eksperimental.
·
Namun demikian, sejarah modern dalam masyarakat
“Barat” muncul melalui semangat humanisme Italia sekitar abad 14. Kemudian
menemukan Renaissance yang menggugurkan kebekuan abad pertengahan dengan
mengusung semangat pembebasan terhadap dogma agama, keberanian menerima dan
menghadapi dunia nyata; keyakinan menemukan kebenaran dengan kemampuan sendiri;
kebangkitan mempelajari kembali sastra dan budaya klasik; serta keinginan
mengangkat harkat dan martabat manusia (Harun Hadiwijono, 1994: 11-12).
Perjuangan panjang kebudayaan modern pun memuncak dengan kelahiran Pencerahan
di abad 18.
·
Perbedaan nyata sejarah modernisme di Indonesia dengan
“Barat” khususnya, tidak dengan sendirinya memisahkan paham teater keduanya.
Karena, teater-teater modern di Indonesia berakar dari persentuhannya dengan
“teater Barat”. Sedangkan pertemuannya dengan teater Tradisional, bagaimanapun
juga membawa semangat yang berlawanan. Perlawanan tersebut lebih pada
bentuk-bentuk pertunjukannya. Sedangkan dari gagasan-gagasan yang lahir melalui
sumber-sumber penceritaannya secara realatif hampir sama dengan pendekatan
dalam teater Tradisional. Jadi, disatu sisi hubungan teater Modern dan
Tradisional di Indonesia menimbulkan perlawanan satu sama lain, namun disisi
lain bersinergi hingga kini.
Catatan: Tulisan ini rangkuman makalah penulis untuk Temu
Teater Pelajar dan Umum 2003 di Ambulu, Jember oleh Autar Abdillah)
Topik
Diskusi
1.
Bagaimana pendapat anda tentang pengertian dan teknik
teater modern, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia! Apakah anda setuju
dengan adanya perbedaan di kedua wilayah ini. Bila anda setuju ada perbedaan,
jelaskanlah. Dan, bila anda tidak setuju, jelaskan pula alasannya!
2.
Bagaimana pendapat anda perbedaan antara teater
Tradisional dan Modern di Indonesia. Mengapa perbedaan tersebut terjadi?
3.
Jika anda diminta memilih, bentuk teater mana (modern
atau tradisional) yang lebih anda minati. Jelaskan pendapat anda!
4.
Di tempat anda tinggal, bentuk teater manakah yang
lebih banyak berkembang. Jelaskan mengapa bentuk teater tersebut yang lebih
berkembang!
5.
Bagaimana pendapat anda tentang catatan Tradisional
dan Modern Teater dalam tulisan diatas.
Bersambung
ke Pertemuan 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar