TEATER MODERN
Pertemuan 1
Asal mula Teater
·
Menurut Kenneth McGowan dan William Melnitz dalam
bukunya yang sangat terkenal, The Living
Stage (New York: 1955, 3): teater adalah sebuah drama yang ditulis,
pertunjukan oleh aktor, dan dalam sebuah sampul auditorium, panggung, skenario,
pakaian, dan tata cahaya, atau beberapa diantaranya. Ini merupakan teater dalam
pengertian yang diberikan oleh Sophopcles, Shakespeare, dan Miller. Di samping
itu, ada pendapat lain lain yang mengatakan bahwa teater berasal dari permainan
anak-anak ketika mereka saling menjadi seseorang yang mereka kenal, seperti
bermain menjadi ibu, menjadi ayah, menjadi adik dan menjadi kakak.
·
Teater yang bermula dari paham kehidupan primitif ini
harus dimulai dari bagaimana manusia primitif membangun kehidupannya,
mitos-mitos, dan bersentuhan dengan komunikasi antar manusia pada zamannya.
Kesederhanaan logika yang berdampak pada cara-cara berkomunikasi manusia
primitif, bisa dimaklumi bahwa pada awalnya teater sangat terikat oleh
bentuk-bentuk imitasi atau peniruan karakter. Misalnya, bagaimana seorang atau
sekelompok manusia primitif harus mendapatkan makanan dengan berburu. Mereka
harus menirukan cara-cara berkumunikasi binatang buruannya. Pada era ini,
topeng memegang peranan sangat penting untuk lebih mendekatkan objek tiruan
dengan binatang buruan. Kehidupan berburu ini menjadi peristiwa menarik, dna
dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya. Begitu juga dengan cara bercocok
tanam, pengobatan hingga berhubungan seksual.
·
Sedangkan menurut Robert Cohen dalam bukunya Theatre Brief Edition (California: 1983,
29), kata teater berasal dari kata Yunani, theatron,
yang berarti tempat menyaksikan (seeing
place). Pengertian ini untuk menjelaskan tinggi rendahnya lereng bukit
setengah lingkaran yang diduduki penonton. Disamping itu, kata “teater” juga
untuk menunjukkan struktur tempat pertunjukan berada, dan menggunakannya untuk
menjelaskan peristiwa teater itu sendiri.
·
Cohen selanjutnya mengungkapkan enam pernyataan
tentang teater, yakni teater merupakan kerja; teater merupakan karya artistik;
dalam teater, aktor menirukan watak, teater merupakan pertunjukan kehidupan,
dan teater melibatkan naskah drama.
·
Sebagai sebuah “kerja” teater harus dilakukan
dalam suatu kerja keras. Meskipun tidak dapat dibagi dalam hitungan waktu
tertentu, paling tidak suatu kerja teater membutuhkan satu tahun penggarapan.
Di samping itu, waktu berlatih pun dalam sehari dapat dilakukan selama enam
hingga sepuluh jam. Bebrapa proses sebelum pertunjukan, merupakan kerja teater yang
yang melibatkan sejumlah keahlian, seperti dikatakan Cohen, diantaranya adalah
pemeranan dan aktor menunjukkan aturan penokohan dalam drama, pendisainan
berkaitan dengan penyiapan properti, kostum maupun rambut palsu, tata rias,
tata lampu, konsep bunyi. Sedangkan pembangunan yang menyangkut detail
perangkat keras yang akan dipertunjukkan, dan pelaksanaan yang berkaitan dengan
semua kesiapan perangkat yang dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Dalam aspek fungsi manajerial, melibatkan produser,
penyutradaraan, manajer panggung, dan manajer gedung pertunjukan. Semua peran
manajerial itu saling terkait. Peristiwa teater akan benar-benar mampu
mengantarkan penonton kepada suasana yang menyenangkan, meskipun drama itu
sebuah tragedi. Kenyamanan menyaksikan teater juga merupakan tugas yang tidak
kecil. Semua keahlian menjadi satu kesatuan teater. Namun bukan berarti bahwa
teater merupakan gabungan dari kerja-kerja seni, tetapi gabungan dari kerja
profesional atau amatir, komersial atu akademik.
·
Sebagai sebuah karya artistik, seni teater
dibawa kepada pandangan yang tak dapat diraba, yakni kreativitas, imajinasi,
keanggunan, kekuatan, harmoni estetik, dan keindahan bentuk, serta upaya untuk
menangkap semangat hidup manusia dalam menjalani kehidupan, sentuhan perasaan,
dan kecerdasan menangkap makna kehidupan. Karya kreatif teater pada pokoknya
dilakukan secara bersama-sama dan interdisiplin. Kerja kolektif ini diartikan
pada tingkat keutuhan kerja dalam melakukan suatu teater dan bukan dalam bentuk
eksplorasi individual. Karena, bagaimanapun juga, kerja individual, yakni
melakukan latihan-latihan intensif, tak dapat dipungkiri merupakan persoalan
krusial dan kreativitas itu sendiri.
Pendapat mutakhir yang cukup
membuat para penggiat teater perlu merenungkannya adalah pernyataan Jerzy
Grotowski dalam buku yang ditulis oleh James Roose-Evans, Experimental Theatre, from stanislavsky to Peter Brook (London:
Routledge, 147), bahwa teater akan ada tanpa tata rias, pakaian, dekorasi, juga
panggung, tata cahaya, efek suara. Tetapi teater tidak ada tanpa hubungan aktor
dan penonton. Ini merupakan perbuatan yang utama, ini pertemuan antara dua
kelompok orang, dia menyebutnya teater miskin.
·
Ketiga, dalam teater, aktor menirukan watak.
Dalam banyak teater yang menggunakan naskah drama sebagai pijakannya, maka
terlihat dengan jelas, bagaimana para aktor yang berperan di atas panggung,
menirukan suatu peran tertentu dengan watak atau karakter atau penokohan yang
sesuai dengan keinginan sebuah naskah drama. Peniruan ini merupakan suatu
bentuk pilihan yang diyakini seorang aktor untuk dapat menciptakan kembali
aktualisasi dari tiga aspek penting didalam perwatakannya, yakni sosiologis
(kedudukan sosial misalnya), psikologis (kejiwaan atau perangai maupun mental),
dan fisiologis (keadaan fisik) tokoh atau peran dalam sebuah naskah drama.
Peniruan watak tersebut merupakan salah satu bentuk dari upaya aktor menggiring
penontonnya mempercayai peran yang dimainkannya.
·
Keempat, teater merupakan pertunjukan. Berbeda
dengan drama yang termasuk dalam genre sastra, teater merupakan pertunjukan
atau peragaan oleh aktor dengan segala kelengkapannya. Kelengkapan disini
berarti, bahwa pertunjukan yang disaksikan oleh penonton tersebut mencakup
berbagai kebutuhan pertunjukan, mulai dari adanya aktor, sutradara yang
menyutradarai teater, hingga peralatan panggung, kostum, rias, pencahayaan
maupun penataan suara atau penataan musik suatu pertunjukan. Sebagai suatu
pertunjukan, teater terlahir sebagai suatu tontonan. Pertunjukan atau tontonan
ini berlangsung secara kolektif. Kolektivitas tersebut merupakan tuntutan yang
tidak bisa ditawar-tawar lagi. Semua pihak yang terlibat dalam pertunjukan
harus menunjukkan kemampuan bekerjasama secara kolektif.
·
Kerja kolektif dalam pertunjukan teater, bukan berarti
bahwa teater merupakan gabungan dari unsur-unsur seni. Bila dalam pertunjukan
teater melibatkan tari, musik, maupun seni rupa dalam tata rias, kostum maupun
tata pentas atau dekorasi pertunjukan, hal ini merupakan suatu satu kesatuan
yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Musik teater bukan berarti musik
dalam teater, tetapi musik dengan teater yang berbaur dalam suatu tujuan
penyelenggaraan teater. Musik bukan sesuatu yang menempel begitu saja. Hal yang
sama terdapat dalam dekorasi pertunjukan teater, misalnya ada sebuah lukisan
atau gambaran panggung buatan, bukan berarti seni rupa maupun seni lukis itu
menempel dalam teater. Semua itu menjadi satu kesatuan dari pertunjukan teater
tersebut.
·
Kerja kolektif bukan pula berarti bahwa segala
kebutuhan peran seorang aktor harus dilakukan bersama-sama. Seorang aktor dapat
mengeksplorasi dirinya secara individual. Begitu pula dengan sutradara, maupun
pendisain artistik, yang dapat melakukan eksplorasi secara individual. Hal ini
perlu kita sadari terlebih dahulu, agar dapat setiap persiapan pertunjukan
teater, seseorang yang terlibat didalamnya tidak saling menunggu satu sama
lainnya. Secara induvidu, masing-masing dapat melakukan berbagai penjelajahan
kemungkinan-kemungkinan pertunjukan yang menjadi wilayah tugasnya yang
dibebankan kepadanya.
·
Ke lima, teater merupakan pertunjukan hidup.
Perbedaan yang sangat nyata antara teater dan film adalah pada titik keberadaan
teater sebagai pertunjukan hidup. Sedangkan film merupakan pertunjukan yang
sudah melalui proses perekaman yang kemudian dapat disaksikan dimanapun, dan
dapat diperbanyak sesuai kebutuhan tempat pertunjukannya. Sedangkan teater
merupakan pertunjukan yang hanya dapat disaksikan ketika suatu pertunjukan
berlangsung di depan mata. Teater merupakan suatu pertemuan tatap muka (face
to face) secara langsung antara aktor dan penonton. Sebagai pertunjukan
hidup, seorang aktor meminimalkan kesalahan-kesalahan, karena dia tidak bisa
mengulangi kembali adegan yang dimainkannya. Improvisasi dalam teater bukan
sebagai alat untuk memaklumkan kesalahan dalam berperan atau berakting.
·
Keenam, teater melibatkan drama. Drama
merupakan salah satu –bukan satu-satunya, sarana bagi teater. Keterlibatan
drama dalam teater merupakan suatu kebutuhan dalam bentuk teater yang memandang,
bahwa drama sebagai sumber pertunjukannya. Dalan bentuk teater tertentu yang
muncul di akhir abad 19 dengan gerakan simbolismenya, dilanjutkan dengan
ekspresionisme pada 1920-nan serta berkembang sangat pesat pada era 1950-an,
teater pada periode ini menggunakan bentuk-bentuk yang tidak menjadikan naskah
drama sebagai sumber pertunjukannya. Sumber pertunjukannya adalah sebuah
eksplorasi atau penggalian bahasa, kejadian maupun fenomena-fenomena kehidupan
yang aktual, dan aktualisasi kehidupan tersebut mengalami penginterpretasian
kembali dengan mengutamakan tanda-tanda. Tanda-tanda inilah yang
dipersonifikasikan kembali dalam bentuk peran-peran manusia dalam kehidupan.
Ringkasan
Teater
secara intrinsik berasal dari kata Yunani Kuno, Theatron, yang berarti tempat menyaksikan (seeing place). Teater juga kata untuk menyatakan rangkaian
peristiwa dari suatu kejadian, dan menjelaskan peristiwa atau kejadian itu
sendiri. Dalam pemahaman dramawan Yunani, seperti Sophocles yang dikenal dengan
karya triloginya dalam bentuk tragedi, yakni Oedipus sang Raja, Oedipus di
Kolonus dan Antigone, atau pemahaman dramawan Inggris seperti
William Shakespeare yang dikenal dengan karyanya, antara lain Romeo dan
Juliet maupun Julius Cesar, juga dramawan Amerika seperti Arthur
Miller yang dikenal dengan karyanya Kematian Pedagang Keliling, bagi
mereka teater berada dalam lingkup tulisan yang berbentuk drama, dipertunjukkan
oleh aktor atau pemain, dan dalam “selubung” atau dibungkus oleh auditorium,
atau tempat pertunjukan, ada panggung, pengadeganan, kostum, maupun tata lampu.
Dalam pandangan lain, teater dapat pula dikatakan sebagai permainan anak-anak.
Anak-anak memerankan dirinya menjadi bapak atau ibu dalam kehidupan
sehari-hari.
Menurut Robert Cohen (1984: 29), sedikitnya terdapat
enam tuntutan dalam konteks pengertian teater yang secara ringkas telah
diuraikan beberapa tokoh pendahulu teater sebelumnya, yakni
Teater sebagai kerja
Teater sebagai karya
artistik
Dalam Teater, aktor menirukan watak
Teater merupakan petunjukan
Teater merupakan pertunjukan
hidup
Teater melibatkan drama
Topik Diskusi
1.
Coba jelaskan, dari manakah teater itu bermula?
2.
Jelaskan enam tuntutan pengertian teater!
3.
Coba jelaskan pemahaman kerja kolektif dalam teater!
4.
Saksikanlah teater di sekitar tempat anda tinggal, dan
cermatilah bagaimana teater tersebut bermula atau terbentuk sehingga menjadi
organ penting dalam masyarakatnya
5.
Jealaskan pengalaman anda pertamakali menyaksikan
teater
Sampai Jumpa di Pertemuan ke 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar